Jurnal Eka Komariah Kuncoro

Berbagai Catatan….

Hari ini perlu adanya Restorasi untuk pembangunan Indonesia yang berkeadilan dan merata…mosok pembangunan hanya ada di Pulau Jawa saja ? Kapan Borneo dibangun ?

2008-02-20 Posted by | Tak Berkategori | Tinggalkan komentar

Salam Restorasi

Partai NasDem akan melakukan Restorasi kehidupan demokrasi di Indonesia yang rupanya sedang carut marut. Banyak korupsi, KKN dan ketidakpedulian para politisi.

2008-02-20 Posted by | Tak Berkategori | Tinggalkan komentar

Kunjungan Kerja Maret 2009

Bulan Februari-Maret 2009 ini saya mendapat tugas untuk ke daerah lagi. Daerah yang saya kunjungai ialah : Bontang, Samarinda, dan Kutai Kertanegara

2008-02-20 Posted by | Tak Berkategori | 2 Komentar

Kunjungan Kerja Oktober 2008

Saat ini saya sedang dalam masa reses melakukan kunjungan kerja mengunjungi kabupaten/kota untuk sosialisasi DPD RI dan penyerapan aspirasi daerah di wilayah utara Kalimantan Timur. Sudah seminggu ini saya keliling (11 Oktober – 18 Oktober 2008) dimulai dari Berau, Bulungan, Nunukan, dan Tarakan. Untuk Tana Tidung sebagai kabupaten termuda di Kaltim rencananya akan saya kunjungi pada hari senin tgl 20 Oktober 2008 untuk melihat sejauh mana perkembangan setelah dimekarkan menjadi Kabupaten. Kunjungan ke Kabupaten Malinau terpaksa harus di jadwal ulang. Sejauh ini, saya melihat hasil yang sudah lumayan baik setelah adanya otonomi daerah. Daerah-daerah utara di Kaltim yang sebelumnya “tidur” sudah mulai terlihat membangun. Secara umum, yang masyarakat keluhkan adalah kondisi jalan trans Kalimantan yang rusak parah dan kepastian ditetapkannya Kalimantan Utara (Kaltara) sebagai Provinsi baru di Indonesia. Hasil yang saya dapat  dalam kunjungan kali ini akan saya ceritakan lebih detail setelah saya kembali ke Samarinda.

2008-02-20 Posted by | Kegiatan | 1 Komentar

Pemilu 2009

Saat ini saya mencalonkan diri kembali untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili Kalimantan Timur pada pemilu 2009 mendatang yang rencananya akan dilaksanakan bulan April. Sekarang masih tahap verifikasi. Insya Allah bisa lolos sebagai peserta Pemilu 2009.

Kemungkinan persaingan pada Pemilu mendatang akan lebih berat, karena DPD yang pada awalnya merupakan calon perseorangan, akibat perubahan peraturan menjadi dimungkinkan masuknya wakil dari partai hingga terjadi pertarungan antara individu dengan mesin partai… dan lagi nantinya bisa terjadi konflik kepentingan antara daerah yang diwakili dengan kebijakan partai yang diwakili…

Namun saya tetap konsisten maju sebagai calon independen…mewakili daerah Kaltim tempat saya tinggal selama lebih dari 30 tahun.

Sebelumnya saya berencana untuk mundur dari kegiatan politik setelah masa tugas saya sebagai anggota DPD RI 2004-2009 berakhir. Namun sampai saat ini saya masih ingin menyumbangkan tenaga dan pikiran saya untuk kemajuan daerah, dimana kegiatan politik merupakan salah satu wadah saya dalam mengapresiasikan diri. Dan Alhamdulillah saya masih diberi kesehatan dan dukungan dari masyarakat untuk dapat menjalankan tugas saya dengan baik.

2008-02-20 Posted by | Kegiatan | | 1 Komentar

Partai Masuk DPD???

Hasil yudicial review di Mahkamah Konstitusi tentang tuntutan DPD dalam hal mempertahankan asas domisili dan asas non partai dalam persyaratan menjadi anggota DPD RI untuk Pemilu 2009, dimana DPD “dikalahkan” dalam asas non partai. Hal ini merupakan keputusan politis, bukan keputusan hukum!

Sebab semangat pernyataan non partai dalam UUD 1945 adalah untuk mengakomodasi kepentingan murni daerah, sementara apabila partai politik diberikan kebebasan untuk mengutus anggotanya menjadi peserta perseorangan di DPD maka kepentingan partai tetap akan dominan dibandingkan kepentingan daerah. Oleh karena itu, keputusan MK berarti menafikan semangat atau ruh dari amanat UUD 1945 pada saat pembentukan adanya lembaga DPD.

Jadi, menurut saya amandemen UUD 1945 penting untuk terus diperjuangkan karena Undang Undang yang terkait dengan kelembagaan DPD tetap perlu disesuaikan dengan semangat latar belakang pembentukannya, sehingga betul-betul nanti DPD sebagai jembatan kepentingan antara daerah dengan Republik menjadi berfungsi dengan baik. Dengan masuknya partai dalam DPD, maka fungsi penyeimbang DPD sebagai pihak independen tidak akan terlaksana. Bahkan nantinya tidak ada perbedaan nyata antara DPD dengan DPR bila keduanya dikuasai oleh partai politik…

2008-02-20 Posted by | Pemikiran | Tinggalkan komentar

transfer dana ke daerah

PENETAPAN DANA TRANSFER KE DAERAH

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam kepemerintahan dibagi ke dalam provinsi, kabupaten/kota. Dalam system penganggaran, untuk pemerintah pusat berupa APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), untuk provinsi/kabupaten/kota menggunakan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Adapun sumber APBN bersumber dari pajak, pendapatan nonpajak, hibah dan hutang.

Sumber pendapatan Negara terbesar adalah dari pajak, hampir 70 %. Sebenarnya sumber ini belum digali secara optimal; masih terbuka peluang ekstensifikasi maupun intensifikasi. Sehingga Indonesia seharusnya dapat meminimalisasikan hutang. Dipungut pajak bukan hal menyenangkan, hampir bisa dipastikan bila ada pengurangan/penghapusan pajak akan menjadi insentif bagi wajib pajak. Akan tetapi sebagai warganegara yang baik pajak adalah sebuah kewajiban yang harus dibayar dengan penuh kesadaran, hanya saja diperlukan kejelasan dan keterbukaan dalam pengelolaannya. Pembayar pajak harus dapat merasakan imbal jasa/manfaat dari pajak yang telah dibayarkan kepada Negara.

Pajak dipungut dari perseorangan maupun perusahaan, yang pasti berada di daerah kabupaten/kota. Setelah terhimpun disetor ke Pemerintah Pusat, baru dibagi ke daerah dengan pembagian yang diatur oleh undang-undang. Penetapan persentase bagian daerah masih jauh dari memuaskan terutama bagi daerah penyetor  terbesar, yang paling mencolok adalah bagi daerah penghasil migas (minyak dan gas ) dan sumberdaya alam lainnya. Sebagai contoh untuk migas, provinsi penghasil hanya mendapat 15%. Dari 15% ini hanya 6% untuk kabupaten penghasil dimana sumberdaya alam itu berada dengan segala resikonya. Resiko kerusakan alam hutan berupa banjir, tanah longsor, hilangnya plasma nutfah dan sumber kehidupan yang sehat seperti air dan udara bersih. Kerusakan lingkungan akibat penambangan selain kehidupan diatas bumi yang musnah juga meninggalkan lubang-lubang besar dipermukaan bumi yang pada musim hujan berubah menjadi danau-danau yang tidak bisa diambil manfaatnya. Eksploitasi sumberdaya alam tidak dibarengi dengan reboisasi dan reklamasi lahan secara benar dan alokasi dana yang memadai, ditambah dana yang tersediapun dimanfaatkan dengan tidak bijak, bukan bagi peruntukannya.

Dari Pendapatan Negara dibelanjakan untuk kepentingan Pemerintah Pusat sekitar 70% dan Belanja Derah sisanya untuk 33 provinsi dan 450-500 kabupaten/kota. Belanja ke daerah berupa Dana Perimbangan yaitu DBH (Dana Bagi Hasil), DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), Dana Otonomi Khusus dan dana Penyesuaian. Dari dana Pemerintah Pusat yang menjadi dana Departemen sebagian ada yang ditransfer ke daerah berupa dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, yang pengelolaannya langsung oleh instansi/unit pelaksana pusat di daerah dan seharusnya dikoordinasikan oleh kepala daerah. Penetapan dan transfernya masih memiliki kendala transparansi.

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) khususnya Panitia Ad Hoc IV yang dipimpin Komariah secara konsisten memperjuangkan alokasi dana ke daerah meningkat sampai persentase 70% bagi daerah. Demikian juga mekanisme pencairan dana diusahan lancar dan tepat waktu. Transfer dana ke daerah seharusnya otomatis, tidak seperti sampai dengan sekarang yang harus disusul-susul pejabat daerah ke Departemen di Pusat.

2008-02-20 Posted by | Tak Berkategori | Tinggalkan komentar

keterwakilan perempuan

Keterwakilan Perempuan : Perjuangan Tanpa Akhir

Oleh : Eka Komariah Kuncoro

Berkah Reformasi

Perubahan peraturan perundang-undangan di bidang politik di tahun 2002 menunjukkan suatu kemajuan bagi kaum perempuan dibandingkan dengan tahun 1999.  Undang-undang No.2  tahun 1999 tentang Partai Politik dan Undang-undang No.3  tahun 1999 tentang Pemilihan Umum tidak memuat perihal keterwakilan perempuan. Namun di dalam Undang-undang No.31 tahun 2002 tentang Partai Politik, pengganti Undang-undang No.2/1999, pada pasal  7 huruf (e) telah memuat fungsi partai politik sebagai sarana rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Demikian juga Undang-undang No.12  tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, pengganti Undang-undang No.3/1999,  pada pasal 65 ayat (1) memuat pernyataan bahwa : “Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.”

Pemuatan pernyataan “dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender” dan “dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%” dalam undang-undang merupakan komitmen politik yang kuat dari Negara bahwa Negara peduli gender dalam setiap keputusan politiknya. Posisi  keterwakilan peran perempuan di bidang politik semakin kuat, namun istilah “dapat” masih mengganggu atau menjadi hambatan bagi sebagian perempuan karena bila ditafsirkan berbeda dari “ruh” saat penyusunan undang-undangnya. Kata “dapat” memang bisa diartikan “may be yes, may be no”  untuk partai politik “mengajukan atau tidak mengajukan calon Anggota” atau “mengajukan calon Anggota dengan atau tidak dengan memperhatikan keterwakilan perempuan.” Dan yang selama ini diambil sebagai tafsir adalah pemahaman yang terakhir karena itu yang dianggap realistis oleh partai politik.

Dewasa ini kedua Undang-undang tersebut baru saja direvisi lagi dan telah mendapatkan pengesahan. Hal yang menggembirakan bagi kaum perempuan adalah pasal-pasal yang telah mendapatkan perubahan dalam keterwakilan perempuan kea rah yang lebih konkret. Kata  “dapat” yang meragukan jaminan, telah ditiadakan dan yang tercantum pada pasal 60 yaitu bahwa daftar bakal calon memuat paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. Pada pasal 62 ayat (2) memuat bahwa dari daftar bakal calon dalam setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon. Untuk pasal ini dikuatkan dengan memuat “sanksi” pada pasal 65 ayat (2) yaitu manakala dalam daftar bakal calon tidak memuat sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan, KPU, KPU Provinsi, dan KPU kabupaten/kota memberikan kesempatan kepada partai politik untuk memperbaiki daftar calon tersebut.

Keterwakilan perempuan dicantumkan dalam undang-undang merupakan perjuangan panjang dan pembahasan yang alot. Bahkan di awal lolosnya konsep ini sangat terasa resistensi yang kuat dari sebagian besar fraksi  yang ada, sehingga terkadang perasaan diaduk frustrasi dan hampir putus asa dalam meyakinkan betapa pentingnya keterwakilan perempuan yang cukup dalam berbagai bidang pembangunan, khususnya di bidang politik. Saya yang terlibat langsung dalam pembahasan waktu itu sungguh merasakan “pertarungan” yang sangat tidak seimbang karena pada mulanya lebih banyak yang tidak setuju adanya masalah gender dan angka 30% masuk dalam undang-undang. Namun berkat kegigihan dan upaya pantang menyerah serta dukungan berbagai pihak dan juga dorongan jejaring kerja kaum perempuan yang terus-menerus memberikan semangat , kemudian pemahaman yang dibangun di dalam Pansus DPR, akhirnya bisa diterima pencantuman perihal gender dan angka 30% tersebut walaupun belum memuaskan. Tapi itulah bentuk kompromi politik yang maksimal bisa dicapai waktu itu. Sekarang undang-undang secara lebih tegas mengatur keterwakilan perempuan tersebut. Hal ini merupakan kelanjutan dari perjuangan waktu itu dan tidak kalah alotnya karena sikap resisten masih tetap ada dari sebagian yang terlibat di dalam pembahasan. Keberhasilan mencantumkan sanksi secara eksplisit dalam undang-undang merupakan perwujudan konkret yang dulu hanya komitment kerjasama dengan KPU, sehingga lebih menjamin kepatuhan.

Dengan undang-undang yang baru ini (tahun 2008)kiprah kaum perempuan di bidang politik diharapkan semakin mendapat tempat dan bagi kaum perempuan sendiri supaya memanfaatkan peluang ini dengan sebaik-baiknya. Undang-undang tidak memberikan jaminan otomatis kepada kaum perempuan duduk di lembaga legislative atau lainnya, kecuali kaum perempuan sendiri menggunakan undang-undang tersebut dengan memenuhi persyaratan yang ada. Yang jelas tersedia adalah “ruang” untuk perempuan telah dijamin oleh undang-undang.

  

2008-02-20 Posted by | Pemikiran | Tinggalkan komentar

e-parliament

e-Parliament di Bali Pada awal 2007 saya mendapat email dari seseorang yang mengaku mewakili e-parliament, sebuah organisasi politik yang beranggotakan anggota parlemen seluruh dunia yang berkomunikasi secara maya. Dalam email itu mengundang saya untuk bergabung dengan e-parliament sekaligus datang pada konferensi yang akan diadakan di Brussels. Dalam benak saya saat itu, waduh..jangan-jangan orang nipu nih… 🙂

Karena kita tahu banyak sekali modus penipuan melalui internet…apalagi saat itu saya belum pernah mendengar tentang e-parliament.  Untunglah setelah beberapa kali komunikasi dan mencari situsnya, www.e-parl.net,  ternyata organisasi itu benar-benar ada dan saya menjadi wakil Indonesia pertama yang menjadi anggota e-Parliament.

Dunia menjadi tanpa batas dan sempit; permasalahan yang sama di negara-negara sedunia diangkat dan dicari solusinya secara bersama seperti isu “global warming”, kebutuhan energi dan air bersih. Saya mengajak temen-teman parlemen Indonesia untuk bergabung dan mengikuti pertemuan di Bali setelah konferensi PBB (UN FCCC) dalam sebuah pertemuan khusus yang diselenggarakan e-Parliament. Fokus bahasan adalah perihal energi yang relatif murah dan bisa diadopsi negara-negara yang membutuhkan dan dikaitkan dengan “climate change” dimana bumi semakin panas dikaitkan dengan keterkaitan sumberdaya alam yang masih eksis di dunia. Forum e-Parliament sangat bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan pemecahan masalah bersama. Saya mengajak anggota parlemen lain untuk bergabung.

2008-02-20 Posted by | Kegiatan | Tinggalkan komentar

Tentang Saya

Bersama suami…  Eka Komariah Kuncoro, perempuan kelahiran 1947, adalah Sarjana Kehutanan lulusan tahun 1974 Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Master Penyuluhan Kehutanan lulusan Tahun 1984 Washington State University (WSU) di Amerika Serikat. Tahun 1975 menikah dengan Iman Kuncoro (dosen UNMUL) dan dikaruniai tiga orang puteri : (1) Dewi Rosa Kuntari,ST.MT(1976); (2) Deasy Kartika Rahayu,ST,MT(1980) dan (3) Nadia Tri Handayani, SKg lahir th 1984 serta seorang cucu perempuan, Egypta Indira Paramitha (5,5 th), dan seorang cucu laki-laki bernama Tubagus Indika Satria Aji (1,5 th). 

Tahun 1971-1974 menjadi asisten dosen luar biasa di Fakultas Kehutanan IPB serta guru bantu di SMP dan SMA Darmaga

Selama 1973-2000 sebagai dosen di Fakultas Kehutanan UNMUL. Pengalaman dalam jabatan structural antara lain sebagai Ketua Depart.Ilmu-ilmu Dasar (1975-1976); Sekr.Dep.Manajemen Hutan (1978-1979); Kabag.Perenc.Hutan Lindung Bkt.Soeharto (1979-1981); Pembantu Dekan II (1979); Pembantu Dekan III (1979-1980); Pembantu Dekan I (1980-1982) dan Ketua Jurusan Manajemen Hutan (1985-1987). Selain itu dari 1991 sampai dengan tahun 2000 menjadi  Pengajar luar biasa di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus Samarinda.  Kemudian sejak tahun 2000 dalam jabatan fungsional sebagai Lektor dengan Gol.IVc. mengajukan pensiun dini untuk berkiprah di dunia politik secara penuh.Tahun 1987-1999 menjadi anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur dari GOLKAR. Pernah menjabat Sekretaris Komisi C (1987-1992), Panitia Anggaran Komisi B (1992-1997), Panitia Anggaran Komisi E (1997-1998), Panitia Anggaran Komisi D (1998-1999) dan Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar (1997-1999).Tahun 1999-2003 menjadi anggota DPR/MPR RI dari Partai Golkar. Pernah menjadi Ketua Sub Komisi Masalah Kemasyarakatan di Komisi VII (1999-2000), Anggota BAMUS (1999-2001), Sekretaris Komisi VII FPG-DPR RI (1999-2000), Anggota PAH II BP MPR RI (2001-2002), dan anggota Komisi II DPR RI (2001-2003).

Tahun 2004-2009 menjadi anggota DPD/MPR RI sebagai wakil daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Timur. Pada saat ini menjabat sebagai Ketua Panitia AdHoc IV yang membidangi APBN, BPK, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Pajak. Selain itu menjadi anggota Panitia Musyawarah dan Panitia Kerjasama Antar Lembaga Parlemen.

Selain aktivitas pokok di bidang pendidikan dan politik, juga aktif di bidang sosial kemasyarakatan seperti pengajian, paguyuban, organisasi kemasyarakatan pemuda, wanita, profesi, yayasan dan forum-forum komunikasi. Kiprah di organisasi sosial kemasyarakatan ini dimulai sejak masih  siswa SMP sampai dengan sekarang dan berperan mulai sebagai anggota, pengurus, penasehat dan atau pendiri. Hal ini dilakukan karena hobi dan panggilan perjuangan kesetaraan dan keadilan pada umumnya dan khususnya yang berkaitan dengan keadilan jender. Menjadi satu diantara pendiri Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP RI, 2001) dan perintis pembentukan Kaukus Perempuan Parlemen Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (KPP DPD RI, 2004). 

2008-02-20 Posted by | Biografi | 2 Komentar